Monday 4 May 2015

Hidup adalah Anugerah


1. Bolehkan membantu orang lain untuk bunuh diri?2. bolehkan meminta untuk tidak diberikan treatment pengobatan, (mengehentikan pengobatan sehingga membuat mati lebih cepat) 






Jawaban:untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita mengambil pelajaran dari peristiwa perang uhud. Seorang pemuda yang
gagah berani turut berperang bersama Rasulullah. Di dalam pertempuran itu si pemuda sedemikian hebatnya menerjang musuh dengan gagah berani, sehingga banyak musuh dari kalangan musyirikin Quraish yang berhasil dibunuhnya.Dan akhirnya pemuda itupun tewas. Karena kehebatan si pemuda, orang-orang ketika itu memperbincangkan kematiannya, yang mereka anggap sebagai syuhada, dikira gugur sebagai syahid. Tapi saat itu Rasulullah (malah) bersabda : “Ia masuk neraka !”.
Di tengah kebingungan para sahabat terhadap sabda Nabi itu, munculah (beberapa orang) saksi yang mengungkap 2 hal. 1. Si pemuda ikut berperang karena (niatnya) ingin jadi pahlawan Islam. Bukan karena merindukan mati syahid. Saksi itu tahu, karena si pemuda pernah sesumbar ingin jadi pahlawan Islam. (Dan yang paling konyol ialah : ) 2. Ia mati bunuh diri dengan cara menghujamkan pedangnya sendiri (alias bunuh diri), karena tidak kuat (tak sabar) menanggung berbagai luka yang dideritanya.Ketika mereka dalam keadaan demikian, ada orang (saksi yang) mengatakan : (Saat itu) ia belum mati, tetapi luka berat. Setelah hari malam, ia tiada sabar terhadap lukanya, lalu ia membunuh dirinya.(Shahih Bukhari, buku ke-3, bab tentang Perang Uhud, hadits no. 1378, halaman 146-147) 
Dari kisah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bunuh diri adalah haram hukumnya.Lalu bagaimana dengan meminta bantuan orang lain untuk bunuh diri?? Tidak boleh, karena mengambil nyawa seseorang adalah sudah ketentuan dari Allah. Bisa saja ketika kita membantu menghilangkan nyawa seseorang tidak ada keridhaan Allah didalmnya. Bukankah hidup ini untuk mencari keridhoanNya. Dan bisa saja orang yang menderita sakit sebelum kematian  sesungguhnya Allah sedang menggurkan dosanya. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.

(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).


“Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).


“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
 Apakah menghentikan treatment untuk pengobatan berarti kita telah bersikap putus asa? Bagaimana hukum berobat dalam islam?? Islam mengejarkan untuk tidak berputus asa dan terus beriktiar. Rahmat Allah dan pertolongannya akan datang pasa manusia yang mau berusaha. Perintah Rasulullah saw untuk berobat sebagaimana ditulis dalam Musnad Ahmad, Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin syuraik menuturkan, bahwa Rasulullah menjawab sekelompok orang badui yang bertanya kepada Beliau, "Berobatlah wahai hamba Allah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya.." (HR.Ahamd, Musnad IV/278).

Secara sunatullah, Allah akan lebih cepat menyembuhkan suatu penyakit denga lantaran doa dan ikhtiar secara maksimal untuk mencari kesembuhan Sunnahnya berobat itu ialah jika masih bisa diupayakan obatnya dan manusia pada masa itu telah mengetahui obatnya. Hal ini diisyaratkan dengan kalimat bahwa Allah tidak menurunkan penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Memang hal ini benar. Namun yang jadi masalah, apakah manusia pada masa itu telah mengetahui obatanya? Jika tidak, maka berobat itu tidak wajib dan bersabar menderita penyakit itu memilik balasan pahala tersendiri dari Allah. Maka bersabar dengan penyakit dan menolak berobat adalah bentuk eutanasia pasif. Wallahua’lam

No comments:

Post a Comment