gagah berani turut berperang bersama Rasulullah. Di dalam pertempuran itu si pemuda sedemikian hebatnya menerjang musuh dengan gagah berani, sehingga banyak musuh dari kalangan musyirikin Quraish yang berhasil dibunuhnya.Dan akhirnya pemuda itupun tewas. Karena kehebatan si pemuda, orang-orang ketika itu memperbincangkan kematiannya, yang mereka anggap sebagai syuhada, dikira gugur sebagai syahid. Tapi saat itu Rasulullah (malah) bersabda : “Ia masuk neraka !”.
Di
tengah kebingungan para sahabat terhadap sabda Nabi itu, munculah (beberapa
orang) saksi yang mengungkap 2 hal.
1. Si pemuda ikut berperang karena (niatnya) ingin jadi pahlawan Islam. Bukan
karena merindukan mati syahid.
Saksi itu tahu, karena si pemuda pernah sesumbar ingin jadi pahlawan Islam.
(Dan yang paling konyol ialah : )
2. Ia mati bunuh diri dengan cara menghujamkan pedangnya sendiri (alias bunuh
diri), karena tidak kuat (tak sabar) menanggung berbagai luka yang dideritanya.Ketika mereka dalam keadaan demikian, ada orang (saksi yang)
mengatakan : (Saat itu) ia belum mati, tetapi luka berat. Setelah hari malam,
ia tiada sabar terhadap lukanya, lalu ia membunuh dirinya.(Shahih Bukhari, buku ke-3, bab tentang Perang
Uhud, hadits no. 1378, halaman 146-147)
“Tidaklah seorang muslim tertimpa
suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya
dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim
no. 2571).
“Tidaklah seseorang muslim
ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan
hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari
kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
“Tidaklah menimpa seorang mukmin
rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan
sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan
dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
Secara sunatullah, Allah akan lebih cepat menyembuhkan suatu penyakit denga lantaran doa dan ikhtiar secara maksimal untuk mencari kesembuhan Sunnahnya berobat itu ialah jika masih bisa diupayakan obatnya dan manusia pada masa itu telah mengetahui obatnya. Hal ini diisyaratkan dengan kalimat bahwa Allah tidak menurunkan penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Memang hal ini benar. Namun yang jadi masalah, apakah manusia pada masa itu telah mengetahui obatanya? Jika tidak, maka berobat itu tidak wajib dan bersabar menderita penyakit itu memilik balasan pahala tersendiri dari Allah. Maka bersabar dengan penyakit dan menolak berobat adalah bentuk eutanasia pasif. Wallahua’lam
No comments:
Post a Comment